Hari Kesaktian Pancasila: Gus Dur dan Perjuangan Ulama Pesantren dalam Menjaga Ideologi Kebangsaan


almunawwar.ngaliyan.net — Tanggal 1 Oktober, bangsa Indonesia merayakan Hari Kesaktian Pancasila. Perayaan ini berakar dari tragedi 30 September dan serangkaian pemberontakan oleh kelompok komunis serta kelompok Islam konservatif yang berupaya merongrong Pancasila sebagai dasar negara. Namun, berkat perjuangan gigih seluruh elemen bangsa, terutama santri dan ulama pesantren, Pancasila tetap menjadi konsensus kebangsaan yang sakti di tengah tantangan ideologi yang tidak sejalan dengan kemajemukan Indonesia.

Di dalam artikel yang ditulis oleh Fathoni berjudul Kesaktian Pancasila di Tangan Ulama Pesantren, bahwa dibalik perjuangan gigih seluruh elemen bangsa, terutama santri dan ulama pesantren, Pancasila sebagai konsensus kebangsaan tetap sakti di tengah deraan ideologi-ideologi yang tak ramah dengan kemajemukan bangsa Indonesia. Ulama pesantren tidak hanya berperan dalam penyusunan dasar negara Pancasila, tetapi juga mempertahankannya hingga kini.

Hal itu diungkapkan KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dalam kolomnya berjudul Kemerdekaan: Suatu Refleksi (Aula, 1991: 41). Gus Dur mengatakan, Persiapan yang dilakukan oleh para tokoh bangsa termasuk salah satu perumus Pancasila KH Abdul Wahid Hasyim dari kalangan tokoh agama tidak lantas membuat mereka optimis dalam menyiapkan kemerdekaan.

Gus Dur mencatat bahwa pada sidang 1 Juni 1945, banyak pemimpin rakyat yang meragukan kemampuan bangsa Indonesia untuk merdeka. Namun, keraguan tersebut justru dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh bangsa sebagai energi positif untuk merumuskan dasar negara. Gus Dur menekankan bahwa esensi kemerdekaan bukan sekadar terbebas dari penjajahan, tetapi juga menciptakan persamaan hak di antara seluruh rakyat Indonesia yang majemuk. Pancasila, sebagai dasar negara, adalah pilihan yang tepat karena telah melalui kajian mendalam oleh ulama pesantren.  

Proses Perumusan Sila Pertama Pancasila

Proses merumuskannya tidak lepas dari perdebatan, terutama ketika kelompok Islam tertentu ingin menegaskan identitas keislamannya dalam Pancasila.Meskipun sila "Ketuhanan Yang Maha Esa" telah dirumuskan dengan makna yang mendalam oleh KH Wahid Hasyim, beberapa kelompok Islam merasa perlunya penegasan lebih lanjut. Akhirnya, Soekarno dan tim sembilan memberi kesempatan kepada mereka untuk merumuskan sila Ketuhanan.  

Pada 22 Juni 1945, dihasilkan rumusan yang berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, yang dikenal sebagai rumusan Piagam Jakarta. Namun, rumusan ini tidak diterima oleh sebagian orang Indonesia dari latar belakang keyakinan yang berbeda.

Soekarno kemudian meminta KH Hasyim Asy’ari untuk menilai apakah Pancasila 1 Juni 1945 sudah sesuai dengan syariat Islam. KH Wahid Hasyim, sebagai anggota tim sembilan, memimpin rombongan menuju Jombang untuk menemui KH Hasyim Asy’ari. Sesampainya di sana, Kiai Hasyim tidak segera memberikan keputusan. Ia percaya bahwa kemerdekaan harus membawa kemaslahatan bagi seluruh rakyat dan menghindari perpecahan.

Untuk menentukan kesesuaian Pancasila dengan syariat Islam, Kiai Hasyim melakukan tirakat, Di antara tirakat Kiai Hasyim ialah puasa tiga hari. Selama puasa tersebut, beliau mengkhatamkan Al-Qur’an dan membaca Al-Fatihah. Setiap membaca Al-Fatihah dan sampai pada ayat iyyaaka na’budu waiyyaaka nasta’in, Kiai Hasyim mengulangnya hingga 350.000 kali. Kemudian, setelah puasa tiga hari, Kiai Hasyim Asy’ari melakukan shalat istikharah dua rakaat. Rakaat pertama beliau membaca Surat At-Taubah sebanyak 41 kali, sedangkan rakaat kedua membaca Surat Al-Kahfi juga sebanyak 41 kali. Kemudian beliau istirahat tidur. Sebelum tidur Kiai Hasyim Asy’ari membaca ayat terkahir dari Surat Al-Kahfi sebanyak 11 kali. (Sumber: KH Ahmad Muwafiq) yang dikutip NU Online Jateng dalam artikel Kesaktian Pancasila di Tangan Ulama Pesantren pada Selasa (1/10/2024)

Keesokan harinya, Kiai Hasyim memberitahukan anaknya, Wahid Hasyim, bahwa Pancasila sudah sesuai dengan syariat Islam. Ia menyarankan penghapusan rumusan Piagam Jakarta dan menegaskan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa adalah prinsip ketauhidan dalam Islam. Sila-sila lain dalam Pancasila juga sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam, termasuk kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial. Berkat ikhtiar Kiai Hasyim, rumusan Pancasila akhirnya diterima oleh semua pihak dan menjadi pemersatu bangsa Indonesia hingga kini.

Posting Komentar

0 Komentar